Takut, Malu dan Tidak Percaya Diri.
Yah, barangkali itulah ungkapan kata untuk menggambarkan sebagian perasaan warga Kampung Bebas Narkoba Selumit Pantai. Daerah yang dikenal dengan sebutan TEXAS, yang didalam keseharian masyarakat setempat, diartikan memiliki angka kriminal yang sangat tinggi. Namun Texas ala selumit pantai tentu saja tidak seperti kriminal yang ada di Kota terbesar kedua Amerika Serikat itu. Jika kota Texas terkenal dengan kejahatan yang lengkap seperti, perjudian, prostitusi, distribusi narkoba perampokan bersenjata hingga pembunuhan. Bahkan pembunuhan di kota yang terkenal dengan geng motor itu menewaskan Presiden Amerika ke-35, John F. Kennedy di Kota Dallas, Texas, pada November 1963. Lalu bagaimana dengan Selumit Pantai? Kenapa Sebutan Texas itu melekat?
JUSMAN, Qiblatku
Berbekal dari informasi awal bahwa wilayah Texas ini terletak di RT 10, 12 dan 13, berbatasan dengan RT 15 yang ada di Sebelah Barat Laut. Dihubungkan oleh jembatan kayu dan dipisahkan oleh Sungai kecil, jalur untuk mengangkut batu gunung keperluan pembangunan di Kota Tarakan dan jalur nelayan setempat. Sebagian wilayah RT 12 ada di sepanjang jalan Yos Sudarso yang berarti daratan sebagian, sementara RT 10 juga terletak di sepanjang Jalan Yos Sudarso, sebelah Selatan dari RT 12 dan sebelah Timur dari RT 13 yang berarti seluruh wilayahnya adalah daratan. Sementara RT 13 merupakan wilayah timbunan dan masih banyak rumah dengan kolong dibawahnya.
Selumit pantai sendiri secara keseluruhan merupakan wilayah pesisir yang terletak di sebelah Barat Pulau Tarakan. Dimana, Tarakan merupakan pulau kecil yang memiliki akses secara langsung ke Negara Malaysia, merupakan jalur transit dari kabupaten yang ada di Kaltara maupun ke daerah lain di seluruh Indonesia. Posisi geografisnya memang sangat memungkinkan untuk menjadikan wilayah Tarakan sebagai Texas-nya Narkoba, khususnya di Selumit Pantai.
Kamis, 19 Juni 2025 sekira pukul 16.45 Wita saya mengunjungi langsung wilayah yang terkenal Texas ini. Tak sulit untuk menemukannya, dari arah Beringin 1 saya bertanya pada warga yang saya temui rumah ketua RT 13? “Disebelah sana pak, maju sedikit, persis dibelakang SD (028) itu,” jawabnya pria paruh baya yang sedang duduk santai di teras rumahnya.
Saya lantas mengikuti petunjuk yang diberikan, dan kembali bertanya pada warga yang kebetulan sedang duduk memantau tukang bangunan yang sedang bekerja. “Oh itu mas yang ada gerobaknya di depan rumahnya,” jawab pria itu ketika saya bertanya. Belakangan saya ketahui bahwa dia adalah Lurah Selumit Pantai, Andi Arfan yang sedang memantau pembangunan Warung Kamtibmas binaan Polda Kaltara.
Saya kembali memacu motor yang saya tunggangi ke daerah yang ditunjuk. Dari kejahuan terlihat area belakang sekolah dipasang bangunan pipa untuk tumbuhan hidroponik yang sudah ditanami dengan sawi dan lombok. Tak ketinggalan ada juga stand banner yang didalamnya ada logo Polri bertulisakan Polda Kaltara, logo UBT dan 6 logo lainnya yang tak lain merupakan sponsor dari pembangunan taman hidroponik itu. Tak lama sayapun melihat papan nama ketua RT 13 persis diatas gerobak jualan yang ditunjuk oleh pak lurah tadi. Dibelakang gerobak itu duduk seorang wanita paru baya sedang mengupas mangga. “Permisi bu, RT-nya ada?” tanyaku.
“Oh di belakangan kayanya, sebentar yah saya telponkan dulu. Duduklah dulu,” ucapnya ramah sembari bergegas masuk ke dalam rumah.
“Nda aktif HP-nya sabentar saya kebelakang dulu,” ucapnya keluar rumah bergegas mengenakan sandal dan pergi melalui jalan setapak yang ada di samping rumahnya.
Kurang lebih 6 menit menunggu pak lurah berteriak hingga saya menoleh kearahnya. Ia lantas melambaikan tangan pertanda memanggil saya. Karena hanya berjarak sekira 30-an meter saja, saya bergegas kesana dengan jalan kaki. Terlihat ada seorang perempuan yang sedang duduk tak jauh dari pak Lurah. “Inina Rt-nya,” ucapnya.
Awalnya merasa tak percaya, sebab ia terlihat masih muda dan sama sekali tak terlihat seperti ketua RT pada umumnya. “Iya mas, kenapa mencari saya,” ucapnya dan langsung saya salami dan sampaikan maksud dan tujuan saya.
Dia adalah Hastarita (42) , yang mendapat kepercayaan sebagai ketua RT generasi ketiga setelah ayah dan ibunya. Duduk di teras rumahnya ia mulai menceritakan jika wilayahnya memang terkenal dengan sebutan texas. Dimana banyak terjadi transaksi narkoba jenis sabu-sabu. Tapi hal itu dilakukan oleh warga dari luar RT-nya. Aktivitas orang tak dikenal terjadi dalam waktu 24 jam tanpa henti, diperkirakan sudah terjadi sebelum tahun 1999. Terlebih jika warga setempat menyelenggarakan hajatan, maka saat itu pulalah mereke semakin menjadi-jadi melakukan transaksi. “Sudah lama, cuman mulai ramai itu sekitar itu (1999,2000),” jelasnya memperkirakan.
Pemandangan yang seharusnya tak lazim ini menjadi hal biasa bagi beberapa kalangan remaja setempat.Akibat dari leluasanya peredaran Narkoba di wilayahnya menjadikan sebagian pemuda di lingkungannya menjadi malas. Akhirnya banyak yang ikut-ikutan dan masuk ke jalur estafet peredaran barang haram itu. Bahkan tak sedikit yang menjadi pengguna dan terjerat dalam kasus hukum. Meskipun orang tua sudah melarang dan memberikan nasehat namun tidak lagi berpengaruh khususnya pada remaja hingga pemuda usia 20-30-an. “Yah, mungkin karena tergiur uangnya kali,” singkat perempuan 3 anak ini.
Aparat penegak hukum dari kepolisian sebetulnya sudah seringkali melakukan penangkapan terhadap para pengedar maupun pemakaian. Bahkan seringkali aksi kejar-kejaran terjadi dilorong lorong sempit wilayahnya itu. Akibatnya tak jarang terdengar suara tembakan. Terlebih jika pelaku sudah lari dan masuk dibawa kolong rumah yang berlumpur. Oleh sebagian anak anak tentu hal ini menjadi trauma ketika menyaksikan pelaku sudah dilumpuhkan.
Benar saja, dari penuturan Rita diungkapkan jika saat ini ada seorang Ayah 2 anak sudah mendekam di penjara karena kasus Narkoba. Sementara anaknya saat ini hidup bersama kakaknya saja.
Sekitar 30 menit berbincang dengan ketua RT 13 saya bergeser ke gang sempit sebelahnya. Merupakan wilayah RT 12. Disana saya menyaksikan dari kejauhan kios sembako yang terlihat baru bertuliskan “Kios Dahlia”. Yah, itu adalah milik Pak Senong yang dikelolah adiknya Dahlia.
Kebetulan ibu Dahlia sedang ada di rumahnya saat itu. Dia lantas menyambutku dengan ramah. “Cari siapa mas, Kalau mau ketemu pak Senong ada didalam. Tapi agak susah bicara sama dia. Kurang mendengar,” ujarnya.
Dikatakan wanita 65 tahun ini, jika sebelumnya daerahnya memang ramai orang lalu-lalang baik siang maupun malam. Pihaknya kerap kali hanya bisa menegur untuk tidak laju dalam mengenderai motor ketika melintasi area depan rumahnya. Sebab selain jalan sempit hanya berukuran kurang lebih 1 meter saja juga terdengar sangat ribut karena rumah dan jalan sangat mepet. Namun teguran-teguran tak pernah dihiraukan sebab orang yang melintas juga selalu berbeda sehingga daerahnya tak heran jika banyak polisi tidur yang terpasang.
Ia tidak menampik jika daerah tempat ia lahir itu adalah tempat yang sangat kumuh dan menjadi tempat peredaran narkoba. Namun meski ia mengetahuinya namun tidak pernah melihat seperti apa barang yang disebut Narkoba itu. Ia juga mengaku tidak mengetahui siapa yang menjual dan siapa yang membeli. Ia tak ingin terlibat dalam peredaran barang haram itu. “Kalau dulu mata melihat, telinga mendengar tapi takut kita. Bukannya apa kalau ada apa-apa siapa yang mau tolong kita kalau bukan tetangga,” jelasnya mengaku takut salah dalam berucap.
Dari sumber yang menolak namanya disebutkan memang menyaksikan setiap kali akan memasuki wilayah itu, beberapa pria pasti seolah-seolah akan bertanya dengan menyebutkan sebuah nama atau bahasa tertentu. Bahasa yang mereka katakan seolah-olah menjadi bahasa isyarat untuk melakukan transaksi.
Tidak heran jika warga sekitar terkadang merasa malu, ketika diketahui oleh orang lain bahwa ia tinggal di daerah yang merupakan tempat bebas peredaran narkoba. Karena orang lain akan beranggapan dan berasumsi bahwa mungkin ia salah satu pengedar ataupun pemakai.
Tentu hal ini menjadi ketakutan tersendiri
bagi masyarakat sekitar. Mau melapor takut, mau terlibat juga berbahaya, sehingga aktivitas masyarakat tentu menjadi terbatas dan sangat berhati-hati ketika hidup dilingkungan tersebut. Belum lagi cemoohan orang dari luar yang tentu saja akan memandang masyarakat yang tinggal di daerah itu sebelah mata.

Puluhan tahun hidup dari bayang-banyang narkoba, akhirnya cerita berbeda ketika Irjen Pol Hary Sudwijanto tiba di Kaltara pada 9 Agustus 2024 menjabat sebagai Kapolda Kaltara. Ia menseriusi wilayah-wilayah yang rawan peredaran narkoba, seperti yang terjadi di Selumit Pantai. Agenda serupa juga pernah dilakukan oleh Kapolres Tarakan AKBP Ronaldo Maradona TPP Siregar dengan meresmikan Kampung Bebas Narkoba (Bersinar) Paten di RT 2 Selumit Pantai.
Namun yang menjadi pembeda saat pimpinan Kapolda saat ini adalah perhatian yang terlihat sangat serius. Tidak tanggung-tanggung kunjungan Kapolda Kaltara ke wilayah RT 10, 12 dan 13 bisa sampai 3 kali dalam 1 bulan. Bisa dibayangkan jika Kapolda saja sampai 3 kali dalam 1 bulan, apalagi Kapolres dan jajaran dibawahnya.
Bukan hanya semata-mata kunjungan untuk sekedar foto-foto pencitraan, berbagai program digulirkan untuk mewujudkan daerah texas ini bebas dari peredaran Narkoba.
Aparat kepolisian dibawah pimpinan Kapolda Kaltara Hary saat ini menyentuh dari berbagai aspek. Mulai dari aspek dasar seperti sandang dan pangan. Tak cukup sampai disitu, kepolisian juga melakukan pendekatan spiritual, pendekatan fisik dengan olahraga rutin, dan pendekatan sosial lainnya seperti pembenahan komunikasi antara masyarakat dengan berbagai kegiatan sosial.
Beberapa diantaranya pembuatan taman hidroponik, karate anak-anak, membangun TPA di Masjid, belajar bersama setiap hari jumat dan minggu, senam rutin bersama ibu-ibu, pelatihan membuat jajanan berupa kue dan keripik UMKM. “Jadi sekarang itu disini full kegiatan yang sebelumnya itu tidak ada aktivitas warga,” ujarnya Rita.
Pada mulanya anak-anak lebih banyak berdiam di dalam rumah dibandingkan keluar bermain dihalaman rumah sendiri. Namun saat adanya program kampung bebas narkoba Selumit Pantai, anak-anak sudah berani berkeliaran diluar rumah.”Dulu kalau ada polisi anak lari masuk rumah, sekarang polisi dikejar dikerumuni,” ujar Rita
Selain itu dengan adanya pembinaan yang dilakukan secara intensif oleh aparat kepolisian dan instansi lainnya. Pemuda-pemuda di daerah itu sudah banyak yang kembali bekerja dengan cara yang halal seperti buruh bangunan, masuk tambak dan lainnya. “kemarin anak muda nya ada yang tidak mau bekerja, sekarang sudah bekerja baik-baik,” ungkap Ibu RT yang membawai 147 KK ini.
Lebih lanjut pemilik nama lengkap Andi Dahlia juga menceritakan, jika jajaran kepolisian juga sudah melakukan renovasi pada kediaman kakaknya Pak Senong. Nasib baik untuknya, Kepolisian dibawah binaan Polda Kaltara tidak hanya fokus pada pembersihan kasus Narkoba di wilayah itu, tapi juga menyentuh masyarakat dengan sandang, pangan, papan.
Yah, itulah yang dirasakan Pak Senong, rumahnya yang semula bisa dikatakan sudah tidak layak huni akhirnya saat ini sudah cantik dan bersih setelah dilakukan renovasi oleh aparat kepolisian dibawah naungan Polda Kaltara.
Tak sampai disitu saja, kondisi pak Senong yang sudah tua, memiliki pendengaran yang tidak seperti sediakala begitupun dengan penglihatannya sudah kurang awas, dengan program Kapolda ia diberikan modal usaha untuk membuka kios sembako dan sudah berjalan.
“Tapi betul memang (mengangkat jempol,red) terasa. Kalau dulu sampai dipasang spanduk Kampung Narkoba,” akuh Ibu Dahlia mengharapkan lebel Kampung Narkoba tak lagi melekat pada daerahnya setelah dilakukan pembinaan oleh Polda Kaltara.
“Selama masuk-masuk (pembinaan Polda,red) betul betul 100% 1000% sudah Alhamdulillah kampung kita ini jauh betul sudah, sudah bersih nggak kaya dulu,” urainya bersyukur.(***)
Discussion about this post